RUM (rational use medicine)

Haloo! Akhirnya update blog lagi, setelah ditinggal tak berpenghuni, ga pernah ditengok. hehe (tiup-tiup debu di blog) untungnyaa passwordnya masih ingat. hehehe. semoga yang baca (emang ada?) tulisan ini dalam keadaan sehat dan bahagia.

Jadi kepikiran nulis lagi setelah lihat ada anak teman di Path yang lagi demam, trus mau kasih tau ini itu kok berasa sok tau ya, padahal dulu sekolahnya fisipol bukan kedokteran (mulai ngaco), dan kalau anak sendiri sakit paniknya minta ampun. haha. jadi biar ga gampang, ketik di blog sendiri aja, ga bakal ada yang complain. Right? wikikik

Cerita soal demam, memang bikin panik. Jadi ingat, Shofiyah umur 1tahun lebih sempat dirawat karena kejang. badannya tiba-tiba kaku. PANIK! dan berujung rawat inap karena harus observasi. nahh sejak hari itu, saya bertekad bakal lebih banyak belajar tentang sakit pada anak, buat jaga-jaga kalau nanti anak sakit. soalnya saya super panikan masalah anak. hamil dan melahirkan itu sakit, Jendral

Long story short, setelah googling, ketemulah dengan metode RUM (rational use medicine) atau lebih rasional dalam memberikan obat pada anak. jadi, kalau anak kita sakit, kita periksa dulu tanda dan gejalanya apa. contoh yang paling populer, ya demam. Demam iu sebenarnya bukan penyakit. justru dengan demam, tubuh diberi tau bahwa sistem imunitas kita sedang aktif untuk melawan virus/bakteri yang masuk kedalam tubuh. bagus dong? bagus. biar bundanya tau anaknya sedang butuh asupan nutrisi lebih untuk lawan si virus. nah, jika sudah demam dan ketemu penyebabnya, misalnya virus influenza, virusnya diberantas. demamnya hilang sendiri, InsyaAllah.

Contoh lain, anaknya batuk, bukan batuknya yang dihilangkan, karena batuk itu bentuk reaksi tubuh, untuk mengeluarkan sesuatu dari dalam tubuh melalui mulut. kalau batuknya 'dipaksa' berhenti dengan obat batuk, trus dahaknya? virusnya? racunnya? keluar darimana dong? hehe. Jadi, pemicu batuknya yang harus diberantas, InsyaAllah batuknya berhenti sendiri.

Balik lagi ke metode RUM, dengan belajar gejala dan ciri-ciri sakitnya si anak, kita tau harus berbuat apa, harus kasih makan apa, harus kedokter kapan, dan harus pakai obat kapan.

jaman duluuu kalau anak sakit, badannya hangat sedikit, dibawa ke dokter. pulang dapat oleh-oleh resep yang begitu ditebus, eh antibiotik dong. kebayang batita, balita yang belum ketahuan jelas virusnya apa, dikasih antibiotik? kasihan. silahkan googling sendiri. hehe

Alhamdulillah, sekarang tidak semua dokter seperti itu. Sudah sangaaat banyak dokter yang malah menyarankan pulang, observasi dirumah sambil dibekalin vitamin. vitamin yaa, bukan obat. hehe.

nah kalau gak kenal RUM, ditambah gak ketemu dokter yang 'pas' dan 'buta' tentang obat macam saya ini, sudahlah segala antibiotik ketelan sama anak.

Alhamdulillah lagi, om Google dan berbagai komunitas parenting amat sangat membantu. jangan capek gugling gugling biubuk, kepo demi anak.

Setelah muter-muter, akhirnya sampai juga sama kesimpulannya, haha.

jadi, metode RUM itu bukan anti dokter yaaa. Bukan anti obat. Dokter sangaat dibutuhkan keahliannya dalam mendignosa secara akurat, untuk menggunakan alat-alat laboratorium jika dibutuhkan untuk membantu mencari sumber penyakitnya si anak. kami sering kok ke dokter bawa anak konsultasi. biar lebih yakin sama kondisi anak. tapiii, kalau merasa resepnya belum terlalu perlu buat ditebus, saya kantongin dulu. buat apa keluarin duit buat obat yang ga kemakan. hehehe.

Tapiii, bukan berarti obat tidak perlu ya. kita butuh obat pada waktu tertentu. obat juga sangaaat diperlukan jika kondisi anak sudah pada tahap urgent dan benar-benar memerlukan obat atau antibiotik. balik-balik lagi tergantung situasi dan kondisinya ya. RUM : lebih rasional dalam mempergunakan obat.

Yang bikin saya sedih, banyak orang atau keluarga sendiri yang mengira kita ga bawa anak ke dokter karena gam au keluar duit, atau berhemat, atau malas. Sama halnya dengan kami ga imunisasi anak karena ga mau bayar mahal. Sediih rasanya, tapi biarlah orang mau bilang apa, kita bertanggung jawab sama anak kita masing-masing, kan?

Semua orang tua mau yang terbaik buat anaknya, apalagi masalah kesehatan.

We don’t think twice if its necessary. *smile*

Oiya, baru kejadian beberapa bulan lalu, Shofiyah dan daniyal demam tinggi sampai 40derajat. lemas letih lesu lunglai. Saya kasih 'booster' seperti biasanya (saya suami dan anak-anak terbiasa minum habbatussauda). demamnya agak mendingan, tapi habis itu naik lagi. besoknya, saya tambahin dosisnya, masih juga 40an derajat. mulailah naluri kepanikan bangkit. si adek makin lesu, kakaknya lumayan strong soalnya masih mau makan. adeknya cuman mau minum dan nenen (waktu itu masih ASI). demamnya berlanjut hari ke tiga, kalau tidur kaget-kagetan. tidur beberapa menit bangun kaget, jerit. penuh drama lah pokoknya. dan karena sudah ga mau makan sama sekali, hari ke empat saya bawa si adek cek darah.

Pas lirik si kakak, kok ya masih lemes juga, akhirnya jadilah cek darah sekalian. kepanikan memuncak! setelah lihat hasilnya, dokternya bilang dua duanya positif DBD, dan disarankan segera rawat inap. kata si suster pun begitu, “Bu, takut anaknya kenapa napa”. kalimatnya sederhana ya, tapi buat ibuk-ibuk macam saya sudah cukup bikin deg deg serr (kayak judul lagu dangdut) saya berusaha tenang. namanya juga usaha, pake motto: KEEP CALM and DO NOT CALL YOUR MOM. karena dibalik ibu yang super panik (biasanya) ada nenek yang lebih panikan. lol

Lanjuuut. Melihat si adek gerakannya sudah slow-motion, makin kekeuh lah saya harus rawat inap, sampai akhirnya si Ayah datang dengan tenang dan bilang, "Ayo kita pulang saja". DUARR! Saya sempat marah dong, masa liat anak sakit sebegini masih mau dibawa pulang. tapi Alhamdulillah dia bapak RUM sejati, hehe. dengan tenang dia jelasin kalau DBD itu obatnya hanya minum yang banyak, dan istirahat. saya pernah baca, tapi udah kepalang panik, haha. akhirnya drama mewek di ruang dokter kejadian. mirip sinetron. maluuu. mewek berhenti saat suami tanya ke dokter, “Dok, obatnya DBD apa dok?” dijawab sama dokter yang intinya, dikasih cairan (infus) dan aneka macam vitamin. (oke, masih aman) dan juga antibiotik. naah si AB ini yang bikin inget jaman shofiyah dirawat. kasihaan 3kali sehari selama 3hari dijejelin antibiotik, hiks. akhirnya dengan tekad bulat, anak-anak kami bawa pulang. rawat jalan. saya pasrah dan pegang janji pak suami, kita bawa ke lab setiap hari untuk cek trombosit. biar lebih yakin dan tidak mengira-ngira. I agreed. dan oh! sebelum pulang saya harus tandatangan surat yang intinya kalau ada apa-apa bukan tanggungan dokter. (Ini kayaknya yang bikin banyak orang makin stress ya, entah semacam SOP rumah sakit atau apa. entahlah. yang jelas rasanya bikin tambah gugup)

Lihat resep dokter isinya vitamin semua, kalau ga salah isi resepnya PSDII, Elkana, sanmol (jika demam) kami tebus semua. pulangnya mampir beli sari kurma ke apotik. oiya fyi, sari kurma bagus ba-nget buat naikin trombosit. tekadnya pokoknya anak-anak HARUS MAU minum. sehari saya coba kasih teruuus minum plus vitamin, sampai bikini jadwal biar ga kelupaan hehe. Alhamduillah besoknya mereka keliatan lebih semangat, adek mulai mau makan, kakak mulai mau main. dan seperti janji pak suami, kami balik lagi ke laboratorium untuk cek trombosit, Alhamdulillaaah, sudah naik. The power of Do'a dan keyakinan.dari jumlah trombosit 119ribu, naik ke 145ribu. nilai rujukan minimal 150ribu, sudah dekat ambang batas wajar. tapi takut lengah, dua duanya terus dijejelin vitamin, makan, minum sampai akhirnya benar-benar pulih. Alhamdulillah bisa sembuh juga tanpa ngamar.

Untuk yang sedang berjuang lawan DB, semangat yaa, perlu sekali untuk cek trombosit secara berkala walaupun memutuskan rawat jalan, kalau ada tanda-tanda kegawat daruratan, seperti tidak sadar, keluar darah dari hidung, mulut, dll, segera. repeat, SEGERA! ke UGD.

Semoga tulisan yang cukup sangat panjang ini ada manfaatnya, sekali lagi yang saya tulis hanya opini pribadi, dan berdasarkan pengalaman saya pribadi, hasil googling saya sendiri dan baca ilmu yang dibagi sesepuh RUM di group parenting. saya bukan dokter (ga pantes juga kuliah dokter kayaknya. lol) jadi mohon maaf kalau ada kesalahan, silahkan dikoreksi di kolom komentar yaa. Baarakallahu fiik.